Minggu, 15 April 2012

Makalah K3 Industri Sektor Informal "Penjahit Baju"

BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG

Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu aspek atau unsur kesehatan yang erat hubungannya dengan lingkungan kerja dan pekerjaan secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas tenaga kerja atau pekerja.
Menurut Suma’mur (2001, p.104), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
Usaha sektor informal adalah kegiatan ekonomi tradisional yang biasanya mempunyai kegiatan usaha sederhana, skala usaha relative kecil, tidak memerlukan ijin usah resmi sehingga lebih mudah untuk membuka usaha.
Menurut Depkes RI (1994), pada tahun 1993/1994 usaha sektor  informal diperkirakan mencapai 90% dengan tenaga kerja yang lebih banyak dilakukan oleh para pekerja wanita dibandingkan tenaga kerja laki-laki.
Kesehatan dan kerja sangat erat hubungannya, sebab lingkungan kerja dapat mempengaruhi kesehatan seseorang. Pekerja mungkin saja terpapar dengan mesin-mesin berbahaya, bahan kimia berbahaya, ataupun situasi kerja penuh tekanan.
Oleh karena itu diperlukan pengetahuan dan kesadaran bagi para pekerja terhadap kesehatan lingkungan kerja yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan aspek penting dalam pekerjaan atau kegiatan hidup lainnya. Kesehatan kerja selalu dijadikan sebagai bahasan utama ketika berbicara mengenai pekerjaan. Pekerjaan yang dimaksud adalah segala usaha yang dilakukan manusia baik yang bersifat formal maupun informal.
Usaha informal tersebut meliputi kesehatan dan keselamatan kerja pada usaha penjahitan/penjahit. Kesehatan dan keselamatan kerja mempunyai konstribusi penting dalam peningkatan perfoma kerja dan kreativitas pekerja.
Pengertian kesehatan dan keselamatan kerja memang sudah seharusnya dipahami secara umum oleh seluruh pekerja hal ini dikarena K3 ini memegang peranan penting dalam pelaksanaan dan peningkatan kerja para pekerja.
Aspek keselamatan kerja memang harus dipahami oleh semua orang sebab dalam konteksnya, keselamatan kerja ini untuk mencegah terjadinya kejadian negative/kejadian yang tidak diinginkan dalam kehidupan setiap orang.
Pada aspek kehidupan, kejadian negative atau yang biasa kita sebut dengan kecelakaan dapat saja terjadi. Hal ini dikarenakan setiap aspek kehidupan membawa serta ancaman dibalik eksistensinya. Kita harus mewaspadai setiap kemungkinan yang ada dibalik kondisi yang kita miliki.
Sama halnya dengan usaha penjahitan berbagai kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dapat terjadi. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan pekerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja itu sendiri.
Selain kemungkinan besar terjadinya kecelakaan kerja pada penjahit, penyakit akibat kerja juga tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada pekerja (penjahit) apalagi pada usaha yang informal. Hal ini disebabkan karena pada biasanya mereka bekerja dengan peralatan apa adanya tanpa memenuhi syarat ergonomic alat tersebut serta jam kerja yang tidak menentu.
Tak ibahnya usaha formal, usaha informal juga memerlukan pelayanan kesehatan okupasi. Pelayanan kesehatan primer kedokteran okupasi adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pekerja, baik sebagai individu maupun komunitas pekerja pada tingkat primer (Azrul Azwar, 1996).
Penjahit pada industry rumah tangga merupakan sampel yang dipilih, dimana kegiatan penjahit dalam melakukan usahanya menghasilkan pakaian jadi mereka masih menggunakan tenaga manusia dan perlatan tradisional. Perlatan tradisional yang biasa digunakan  penjahit adalah mesin jahit injak.
Namun, seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi mesin jahit injak ini mulai dialihkan pada mesin jahit dynamo. Mesin jahit dynamo ini adalah mesin jahit yang menggunakan dynamo sebagai pengayuh/penggerak mesin. Hal ini dilakukan untuk lebih mengefektifkan dan mengefisienkan pekerjaan penjahit untuk menghasilkan berbagai bahan jadi seperti baju, celana dll.
Berdasarkan landasan diatas maka timbul pemikiran dan keinginan untuk mensurvai kesehatan dan keselamatan kerja pada sektor usaha informal yaitu usaha penjahitan. Selain itu survai ini juga merupakan salah satu kewajiban untuk memenuhi tugas mata kuliah K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja).

B.      RUMUSAN MASALAH
a.       Apa pengertian kesehatan dan keselamatan kerja ?
b.      Bagaimana pengetahuan pekerja tentang kesehatan dan keselamatan kerja ?
c.       Apa bahaya kondisi lingkungan pekerja ?
d.      Bagaimana penggunaan APD pekerja ?
e.       Bagaimana pencegahan dan pengendalian kecelakaan kerja ?

C.      TUJUAN
a.       Untuk mengetahui pengertian kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
b.      Untuk mengetahui pengetahuan pekerja tentang K3.
c.       Untuk mengetahui bahaya kondisi lingkungan pekerja.
d.      Untuk mengetahui penggunaan APD pada pekerja.
e.       Untuk mengetahui pencegahan dan pengendalian kecelakaan kerja.

D.     MANFAAT
a.       Manfaat khusus : sebagai tambahan ilmu di bidang kesehatan dan keselamatan kerja khususnya pada sektor usaha informal yaitu usaha penjahitan. Selain itu makalah ini juga sebagai persyaratan tugas mata kuliah tersebut.
b.      Manfaat umum: sebagai bahan bacaan tentang ilmu kesehatan dan keselamatan kerja khususnya sector usaha informal lebih spesifikasi pada usaha penjahitan.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.      GAMBARAN LOKASI
a.      Sejarah pendirian
Pada survei yang  lakukan kali ini mengangkat tentang kesehatan dan keselamatan kerja pada sektor usaha informal. Sektor usaha informal yang  angkat disini adalah usaha penjahitan/penjahit.
Lokasi tempat survai yang  ambil yaitu di sekitar Paccinongang jln. Mustafa Dg.Bunga dengan nama pemilik Rahman Dg.Ewa yang biasanya disapa Dg. Ewa yang lahir pada tahun 1953.
Rahman Dg.Ewa mengungkapkan bahwa kemampuannya menjahit memang telah muncul sejak ia duduk dibangku SD (Sekolah Dasar). Kegemaran dan keahliannya itu dimulai dari menjahit tangan.
Menurut beliau, pada saat masih duduk dibangku Sekolah dasar ia seringkali membuat pakaian seperti baju dengan menggunakan jahit tangan. Pada saat itu Dg.Ewa belum memiliki mesin jahit sehingga ia masih menggunaka metode yang sangat sederhana dan traditional.
Melihat kegemaran dan kemampuan Dg.Ewa ibunya berinisiatif mengikutkan Dg.Ewa pada kursus menjahit di Sungguminasa. Beliau diikutkan kursus sejak ia sudah duduk di bangku SMP (Sekolah Menengah Pertama).
Sebelum tahun 1969  yaitu sekitar tahun 1963 Rahman Dg.Ewa mengikuti kursus pada tukang jahit di Sungguminasa. Artinya beliau Kursus bukan disekolah yang memang khusus mengajarkan tentang cara menjahit. Hal ini dikarenakan pada waktu itu jarang sekali orang yang membuka kelas kursus menjahit sama seperti saat ini.
Sekalipun beliau tidak belajar pada kelas yang khusus untuk pelajaran menjahit namun Dg.Ewa tetap dapat menerima dan menerapkan ilmu yang didapatkan. Hal ini dikarenakan belau diajar oleh orang yang memang sudah banyak makan garam pada usaha penjahitan. Selain itu tempat belajar Dg.Ewa memang membuka pesanan jahit pakaian sehingga ia lebih mudah mempraktikkan pelajaran yang ia dapatkan.
Menurut Dg.Ewa saat ingin membuka usaha penjahitan ini ia tidak langsung membuka usaha itu dengan sendirinya. Akan tetapi ia memulai dengan kursus pada tukang jahit yang berada di daerah Sungguminasa.
Setelah sang ibu melihat peningkatan kemampuan Dg.Ewa dalam menjahit pakaian beliau mebelikan mesin jahit untuk Dg.Ewa agar lebih lancar dalam menjahit agar nantinya Dg.Ewa bisa membuka usaha sendiri.
Pada saat tamat SMP (Sekolah Menengah Pertama) Dg.Ewa melanjtkan sekolahnya ke SMA (Sekolah Menengah Atas). Pada saat duduk di bangku SMA beliau memang telah memiliki mesin jahit yang telah dibelikan oleh sang ibu saat ia sudah lancar menjahit.
Rahman Dg.Ewa sudah mulai menerima pesanan jahitan pada saat duduk dibangku SMA. Menurut beliau jika ia memiliki banyak orderan saat waktu istirahat di sekolah beliau pulang ke rumah untuk menyelesaikan jahitannya. Setelah jam istirahat selesai beliau kembali lagi kesekoalh untuk menerima pelajaran dari guru.
Berdasarkan keterangan yang telah dikemukakan oleh Dg.Ewa maka saya dapat menyimpulkan bahwa memang dari sejak kecil rasa disiplin, bertanggungjawab dan pekerja keras memang telah ia miliki dari sejak dini. Hal ini dibuktikan dengan pengakuan Dg.Ewa diatas.
Menurut Dg.Ewa pada tahun 1969 setelah lulus SMA beliau sudah mulai ikut menjahit pada usaha penjahitan di daerah Romang Polong. Beliau ikut menjahit pada orang lain sekitar 4 tahun. Setelah itu sekitar tahun 1975 beliau menikah. Setelah menikah ia pindah menjahit di Taeng-taeng. Beliau tinggal dan menjahit di Taeng-taeng bersama dengan sang istri. 
Setelah itu 6 tahun kemudian yaitu sekitar tahun 1981 ia pundah disamping SD Unggulan paccinongan Jln. Mustafa Dg. Bunga menetap dan menjahit sampai sekarang.
Pada awalnya saat ia pindah di paccinongang untuk menjahit beliau dibantu oleh seorang kerabatnya jika ia memiliki orderan yang sangat banyak. Namun setelah beberapa tahun kemudian Dg.Ewa merasa semakin tidak muda lagi sehingga ia membatasi orderan yang ia terima mengingat kondisinya yang sudah gampang lelah.
Dalam mendirikan usaha penjahitan yang telah ditekuni Dg.Ewa sejak ia duduk di bangku sekolah ini tidak membutuhkan surat izin. Jadi usaha yang diringkus Dg.Ewa saat ini tidak memiliki surat izin usaha. Hal ini dikarenakan usaha yang belaiu miliki merupakan usaha rumah tangga dalam skala kecil.
Sesuai dengan penjelasan diatas kurang lebih seperti itulah sejarah dibukanya usaha penjahitan oleh Rahman Dg.Ewa mulai dari ia mengikut pada orang lain sampai akhirnya beliau membuka usaha penjahitan sendiri.

b.      Jumlah tenaga kerja
Menurut Dg.Ewa pada saat ia masih agak muda dan masih memiliki tenaga yang kuat untuk menjahit beliau dibantu oleh seorang kerabatnya.  Beliau dibantu hanya pada saat  ia memiliki orderan yang sangat banyak dan menuntut pengerjaan pakaian dalam waktu yang relative singkat.
Akan tetapi saat ini dengan usia yang tidak muda lagi beliau lebih membatasi lagi orderan yang ia terima. Untuk pesanan baju dan celana saat ini ia hanya mengutamakan kerabat saja. Hal ini karenakan mengingat usia yang tidak muda lagi dengan kemampuan mata dan tenaga yang tidak mendukung lagi.
Jadi saat ini beliau hanya sendiri dalam melakukan usaha penjahitan yang ia rintis dari sejak dulu artinya saat ini ia tidak memiliki karyawan untuk membantu beliau dalam menyelesaikan pekerjan menjahit pakaian yang telah ia terimah.

c.       Proses produksi
Menurut Dg.Ewa pada awal membuka usahanya di paccinongang ia biasa menyediakan kain untuk dijadikan bahan baku pembuatan baju maupun celana. Kain yang ia ambil berasal dari pasar Sentral Makassar.
Akan tetapi, menurut beliau hal itu tidak berjalan lama ia lakukan sehingga  selang selang beberapa waktu beliau berhenti mengorder kain yang menjadi bahan baku tersebut. Hal ini ia lakukan karena menurut beliau ini sangat repot baginya.
Sampai saat ini beliau hanya menerima pesanan penjahitan pakaian jika konsumen membawa kain sendiri artinya bukan Dg.Ewa yang membelikan atau menyediakan bahan baku berupa kainnya.
Untuk proses produksinya pertama-tama yang dilakukan Dg.Ewa adalah mengukur konsumen setelah itu membuatkan pola. Pola ini dibuat guna untuk mempermudah membuat bentuk baju maupun celana dan rok sesuai dengan ukuran konsumen.
Pada proses pembuatan pola menurut Dg.Ewa ia biasanya membuat dan menggunting pola di atas meja. Setelah itu, kain yang telah dibawa oleh konsumen digunting berdasarkan pola ukuran tubuh pemilik pakaian tersebut.
Setelah digunting kain terlebih dahulu dioras agar serat-serat kain tidak terlepas-lepas. Setelah di obras kain yang tadinya itu kemudian dijahit dengan menggunakan mesin jahit.
Akan tetapi mesin jahit yang digunakan oleh Dg.Ewa saat ini adalah mesin jahit yang dimodifikasi dengan menggunakan dynamo injak untuk menggerakkan mesin. Hal ini dilakukan oleh Dg.Ewa karena menurut beliau cara ini bias memudahkan dan mengefisienkan waktu dan tenaga untuk menjahit sehingga kaki tidak terlalu capek mengayuh roda mesin.
Setelah kain dijahit dan kemudian menjadi bahan jadi berupa baju, celana, rok dan lain-lain kesemuanya itu disetrika terlebih dahulu sebelum diambil oleh pemilik pakaian.
Pada biasanya Dg.Ewa memasang tarif sesuai dengan tingkat kesulitan pakaian yang ia kerjakan. Semakin tinggi tingkatan kesulitan maka semakin besar pula upah yang ditargetkan. Selain itu bahan yang digunakan juga turut mempengaruhi upah.
Saat ini biasanya Dg.Ewa bekerja mulai dari Jam 8  pagi sampai jam 8 malam. Akan tetapi ia tidak terus menerus bekerja selama 12 jam tersebut, pada saat ia jenuh dan capek maka ia lekas beristirahat meskipun jahitan yang ia kerjakan diminta dalam waktu yang singkat oleh konsumen.
Dalam waktu sehari menurut beliau, ia hanya mampu menjahit 1 pasang pakaian dinas akan tetapi untuk permak pakaian biasanya ia mampu mengerjakan sampai 10 potong dalam sehari.
Biasanya untuk membuat baju Dg.Ewa menargetkan Rp.50.000/potong dan untu permak pakaian saja itu dikenakan biaya sebanyak Rp.10.000/potong namun ini juga dilihat dari seberapa byang harus dikerjakan dan dibenahi. Jika tidak terlalu banyak makan upahnya tidak sampai target yang telah ditetapkan.

B.      TINJAUAN UMUM
a.      Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata ‘safety dan biasanya selalu dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau nyaris celaka (near-miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinya kecelakaan. Dalam memepelajari   yang dapat menyebabkan manusia mengalami kecelakan inilah berkembang berbagai konsep dan teori tentang kecelakaan (accident theories). Teori tersebut umumnya ada yang memusatkan perhatiannya pada  penyebab yang ada pada pekerjaan atau cara kerja, ada yang lebih memperhatikan  penyebab pada peralatan kerja bahkan ada pula yang memusatkan perhatiannya pada  penyebab pada perilaku manusianya. (http://mily.wordpress.com).
Kesehatan berasal dari bahasa Inggris ‘health, yang dewasa ini tidak hanya berarti terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai makna sehat secara fisik, mental dan juga sehat secara sosial. Dengan demikian pengertian sehat secara utuh menunjukkan pengertian sejahtera (well-being). Kesehatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun pendekatan praktis juga berupaya mempelajari - yang dapat menyebabkan manusia menderita sakit dan sekaligus berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk mencegah agar manusia tidak menderita sakit, bahkan menjadi lebih sehat. (http://mily.wordpress.com).
Pengertian Kesehatan dan Keselatan Kerja :
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur (Mangkunegara, 2002).
Keselamatan Kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan (Suma’mur 2001).
Keselamatan kerja adalah kondisikeselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja (Simanjuntak 1994).
Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum (Mathis dan Jackson 2002).
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalahsuatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut (Boby Shiantosia).
Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan (Jackson, 1999).
Menurut Mangkunegara (2002, p.170), bahwa indikator penyebab keselamatan kerja adalah:
a.       Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
1.      Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya.
2.      Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
3.      Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
b.      Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
1.      Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
2.      Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik Pengaturan penerangan.
·         Tujuan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja :
Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat. (Silalahi, 1995).
Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.
Menurut Mangkunegara ( 2002 ) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a.       Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
b.      Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.
c.       Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d.      Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e.       Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f.        Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
g.       Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
·         Tujuan K3 menurut ILO dan WHO antara lain:
1.      Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya baik jasmani maupun rohani.
2.      Mencegah timbulnya gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi kerja.
3.      Melindungi tenaga kerja dari bahaya kesehatan yang timbul akibat pekerjaan.
4.      Menempatkan tenaga kerja pada suatu lingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi fisik, faal tubuh dan mental pskologis tenaga kerja yang bersangkutan.
·         - yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja  (Widian, 2011).
1.      Beban kerja
Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban tersebut dapat berupa beban fisik, mental dan sosial. Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja. Diantara mereka mungkin lebih cocok untuk beban fisik atau mental atau sosial.
2.      Beban tambahan dan  lingkungan kerja
Sebagai tambahan kepada beban kerja yang langsung akibat pekerjaan sebenarnya. Suatu pekerjaan biasanya dilakukan dalam suatu lingkungan yang berakibat beban tambahan pada jasmani dan rohani tenaga kerja. Terdapat 5  fisik penyebab beban tambahab di tempat kerja:
1.       fisik: penerangan, suhu, kelembaban
2.       kimia: gas, uap, debu
3.       biologi: golongan tumbuhan dan hewan
4.       fisiologi: konstruksi mesin, sikap dan cara kerja
5.       psikologi: suasana kerja, hubungan antar pekerja
3.      Kapasitas kerja
Kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda satu dengan yang lainnya dan sangat tergantung kepada ketrampilan, keserasian, keadaan gizi, jenis kelamin dan ukuran tubuh.
b.      Pengertian Potensial Hazard Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik (physical environment) yang ada di sekitar kita sangat berarti bagi kehidupan kita. Kondisi lingkungan sekitar secara terus-menerus memberikan pemaparan pada kita, jika lingkungan sesuai dengan kebutuhan aktivitas manusia, maka dia akan mendorong bagi kondisi yang baik, dan jika kondisi lingkungan tidak sesuai dengan kebutuhan atau melampaui ambang batas toleransi sangat berpengaruh negatif bagi kesehatan biologis dan kesehatan mental (http://jeffy-louis.blogspot.com).
Lingkungan fisik yang ada di sekitar kita dapat berakibat pada tekanan-tekanan psikologis dan/atau berakibat pada kecelakaan, yang tidak menguntungkan bagi kondisi kesehatan mental. Banyak dijumpai bahwa agresivitas, stress, tekanan mental, dan sebagainya menjadi meningkat jika kondisi fisik itu terjadi di atas batas ambang toleransi (http://jeffy-louis.blogspot.com).
Lingkungan fisik yang perlu memperoleh perhatian karena sangat mempengaruhi kesehatan mental, di antaranya:
1.      Tata Ruang dan Teritori
Kita semua membutuhkan ruang untuk memenuhi segenap kebutuhan, baik yang berhubungan dengan diri sendiri maupun dalam berinteraksi dengan orang lain. Tata ruang yang kita tempati dan miliki perlu memberikan jaminan keamanan, kenyamanan, dan keleluasaan bagi segenap aktivitas kita. Tata ruang yang tidak kondusif akan mempersulit dalam mengatur diri, hubungan sosial, kerja, dan sekaligus berpotensi sebagai hazard. Karena itu rekayasa terhadap lingkungan selalu diperlukan sehingga sesuai dengan kebutuhan aktivitas manusia (http://jeffy-louis.blogspot.com).
Hal yang terkait dengan tata ruang adalah soal teritori. Tiap orang memiliki teritori, meskipun secara subyektif ada perbedaan luas tidaknya teritori pada tiap individu, luas tidaknya sangat dipengaruhi oleh kultur di mana dia dibesarkan dan belajar. Dalam masyarakat yang dianggap tidak agresif dan mementingkan keserasian hubungan sosial pun diketahui memiliki wilayah teritori ini. Penelitian terhadap masyarakat primitif menunjukkan bahwa mereka juga memiliki teritori (http://jeffy-louis.blogspot.com).
Teritori dimiliki seseorang untuk menjaga egonya. Orang yang teritorinya terganggu, ego menjadi tidak aman dan dia akan berusaha untuk mempertahankan diri sesuai dengan cara yang dapat dilakukan, misalnya dengan marah, penyerangan, atau cara-cara lain yang dianggap lebih aman. Teritori berkaitan dengan kepadatan, meskipun tidak selalu kepadatan itu mengganggu teritorinya, tergantung pada situasi yang terjadi dan persepsi individual terhadap wilayah teritorinya dapat mengancam kenyamanan dan keamanan dirinya (http://jeffy-louis.blogspot.com).
Kepadatan internal yaitu kepadatan dalam ruang tertentu. Sedang kepadatan eksternal yaitu kepadatan di wilayah tertentu, terkait dengan teritori ini. Semakin padat jumlah populasi dalam suatu atau wilayah tertentu akan mengganggu teritori yang diakui oleh setiap anggota masyarakatnya. (http://jeffy-louis.blogspot.com).
2.      Penyinaran dan Udara
Aktivitas manusia membutuhkan penyinaran dan udara yang memadai. Berbagai macam tipe penyinaran, ada yang tidak terang, cukup, atau menyilaukan. Jika penyinaran tidak sesuai kebutuhan aktivitasnya, maka akan membuat banyak kesalahan kerja, dan penyinaran yang terlalu silau membuat gangguan konsentrasi.
Begitu juga dengan temperatur udara yang diterima manusia harus sesuai dengan kewajaran kemampuan pengindraan. Udara yang terlalu dingin atau panas tidak menguntungkan bagi manusia. Seringkali temperatur yang tidak enak membuat jenuh misalnya dalam bekerja, belajar atau kegiatan lainnya. Hal ini menjadi sumber stres bagi manusia (http://jeffy-louis.blogspot.com).
3.      Kebisingan dan Polusi
Kehidupan modern terutama di perkotaan menunjukkan tingginya kebisingan dan polusi. Kepadatan penduduk, industrialisasi, dan peningkatan penggunaan kendaraan bermotor telah membuat lingkungan menjadi sangat bising dan penuh polusi. Kebisingan juga dapat mempengaruhi perilaku manusia, pemaparan suara keras secara terus-menerus dapata mempengaruhi tingkat penangkapan indra pendengaran terhadap kebisingan. Artinya tidak menganggap suatu yang keras sebagai sesuatu yang bising tapi secara fisiologis telah terjadi perubahan kepekaan menangkap suara, karena tidak mampu lagi menerima suara yang kurang keras (http://jeffy-louis.blogspot.com).
Kebisingan  yang sangat tinggi mempengaruhi penyesuaian individu terhadap aktivitasnya, dalam sebuah penelitian dijumpai bahwa kebisingan tidak mempengaruhi kecepatan kerja, tapi kualitasnya dapat menurun. Kebisingan itu secara langsung dapat mengurangi konsentrasi dan sering kali menimbulkan tekanan. Demikian juga dengan polusi. Karena aktivitas manusia yang sangat menonjol saat ini adalah transportasi dan indistri, maka lingkungan perkotaan yang banyak menghasilkan polusi. Polusi yang dikeluarkan dapat berbentuk partikel, karbon monoksida, gas, dan limbah cair lain yang sekaligus menjadi pencemar udara dan lingkungan. Pulosi dalam bentuk apapun tidak mudah untuk dikendalikan (http://jeffy-louis.blogspot.com).


c.       Pengertian Potensial Hazard Lingkungan kimia
Banyak lingkungan kimiawi yang mempengaruhi kesehatan mental. Lingkungan kimiawi ini dapat merupakan produk industri, pertanian, makanan, dan sebagainya.  kimiawi secara umum mengganggu kesehatan mental setalah mengganggu atau merusak otak melalui makanan, obat-obatan, atau udara yang dihirup. Berbagai  kimiawi itu menyebabkan kerusakan pada otak secara permanen, menimbulkan psikosis karena toksikasi, atau menginfeksi janin melalui plasenta. Misalnya, penggunaan alkohol dalam jangka panjang dapat mengakibatkan sindroma penarikan diri (wihtdrawal syndrom), yang terjadi karena keracunan pada sistem syaraf pusat. Gangguan ini disebut delirium tremen, yaitu sindroma yang ditandai dengan gemetar pada tangan dan adanya halusinasi bawah kulitnya dikerubuti oleh binatang kecil (http://jeffy-louis.blogspot.com).
Gruenberg (Last, 1980) mengemukakan berbagai macam zat kimiawi yang menjadi hazard dan dapat menimbulkan gangguan mental. Zat-zat kimia itu adalah: amphetamine, alkyl mercury, barbiturates, black window spider, caffein, carbon disulphide, carmon monoxide, cocain, morphine, mercury.

d.      Pengertian Potensial Hazard Lingkungan biologi
Lingkungan biologis terutama dalam bentuk virus, bakteri, jamur, parasit, yang masuk dalam tubuh manusia, dapat menimbulkan penyakit-penyakit tertentu, sekaligus menyerang otak manusia dan selalu berakibat psikosis bagi penderitanya jika tidak segera diprevensi atau disembuhkan. Kontak manusia dengan lingkungan biologis dapat melalui vektor tertentu sebagai transmisinya, misalnya orang lain, binatang atau udara (http://jeffy-louis.blogspot.com).
Prinsip dasarnya, mikroorganisme pada mulanya dapat menyerang tubuh manusia sehingga dia sakit secara fisik, namun jika tidak segera dicegah lebih lanjut dapat menyerang otak manusia (http://jeffy-louis.blogspot.com).

e.      Pengertian Potensial Hazard Lingkungan psikologi
Potensial hazard lingkungan psikologis adalah suatu lingkungan yang berpotensi mengganggu dan mengakibatkan PAK seperti psikologi perasaan nyaman dan sejahtera dalam bekerja yang didapatkan oleh pekerja. Hal ini dapat terjadi karena lingkungan kerja (cahaya, ventilasi, posisi kerja) yang dapat menimbulkan stress pada pekerja (http://www.scribd.com).

f.        Pengertian penggunaan APD
Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departement Tenaga Kerja Republik Indonesia (http://id.wikipedia.org).
APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorangdalam pekerjaanpekerjaan yang fungsinya mengisolasi tubuh tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. APD merupakan cara terakhir untuk melindungi tenaga kerja setelah dilakukan beberapa usaha  (Syamsul Mubarok, 2007).

g.      Pengertian Kecelakaan dan penyebab kecelakaan kerja
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dfari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia dan atau harta benda (Depnaker, 1999:4). Kecelakaan kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses (Didi Sugandi, 2003).
Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda, tentunya  hal ini dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan harta benda. Dengan demikian menurut definisi tersebut ada 3 hal pokok yan gperlu diperhatikan : 
1.      Kecelakaan merupakan peristiwa yang tidak dikehendaki, 
2.      Kecelakaan mengakibatkan kerugian jiwa dan kerusakan harta benda, 
3.      Kecelakaan biasanya terjadi akibat adanya kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas tubuh atau struktur. 
Menurut Suma’mur, secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi dua  golongan, yaitu : 
1.      Kecelakaan industri (industrial accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja. 
2.      Kecelakaan dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja.
Penyebab kecelakaan kerja di tempat kerja pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu : 
1.              Kondisi berbahaya yang selalu berkaitan dengan:  Mesin, peralatan, bahan, dan lain-lain.
-                    Lingkungan kerja: kebisingan, penerangan, dan lain-lain .
-                    Proses produksi: waktu kerja, sistem, dan lain-lain,
-                    Sifat kerja 
-                    Cara kerja 
2.              Tindakan berbahaya yang dalam beberapa hal dapat dilatarbelakangi oleh -:
-                    kurangnya pengetahuan dan ketrampilan
-                    cacat tubuh yang tidak kelihatan,
-                    keletihan dan kelelahan, 
-                    sikap dan tingkah laku yang tidak aman. (Sukri Sahab, 1997) 
Sedangkan penyebab dasarnya terdiri dari dua  manusia atau pribadi (personal faktor) dan  kerja atau lingkungan kerja. 
1.               manusia atau pribadi, meliputi ; kurangnya kemampuan fisik, mental dan psikologi, kurangnya atau lemahnya pengetahuan dan keterampilan atau keahlian, stres, motivasi yang tidak cukup atau salah. 
2.               kerja atau lingkungan meliputi; tidak cukup kepemimpinan dan pengawasan, tidak cukup rekayasa (engineering), tidak cukup pembelian atau pengadaan barang, tidak cukup perawatan (maintenance), tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan barang-barang atau bahan-bahan, tidak cukup standar-standar kerja, penyalahgunaan. (Sugeng Budiono,2003).
Secara umum ada dua penyebab terjadinya kecelakaan keja yaitu penyebab langsung (immediate causes) dan penyebab dasar (basic causes), 
1.      Penyebab Langsung  Penyebab langsung atau kecelakaan adalah suatu keadaan yang biasanya bisa dilihat dan dirasakan langsung, yang dibagi dalam 2 kelompok: 
-          Tindakan-tindakan tidak aman (unsafe acts). 
-          Kondisi-kondisi yang tidak aman (unsafe conditions) 
2.      Penyebab Dasar 
Terdiri dari 2  yaitu  manusia/ pribadi dan  kerja/ lingkungan kerja. 
-           manusia/ pribadi, antara lain karena: kurangnya kemampuan fisik, mental dan psikologi, kurangnya/ lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/ keahlian, stres, motivasi yang tidak cukup/ salah. 
-           kerja/ lingkungan, antara lain karena: tidak cukup kepimpinan atau pengawasan, tidak cukup rekayasa, tidak cukup pembelian/ pengadaan barang, tidak cukup perawatan, tidak cukup standar-standar kerja, penyalahgunaan (Sugeng Budiono, 2003). 
Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja haruslah ditujukan untuk mengenal dan menemukan sebab-sebabnya bukan gejala-gejalanya untuk kemudian sedapat mungkin dikurangi atau dihilangkan. Setelah ditentukan sebab-sebab terjadinya kecelakaan atau kekurangan-kekurangan dalam sistem atau proses produksi, sehingga dapat disusun rekomendasi cara pengendalian yang tepat (Sukri Sahab, 1997). 
Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja diperusahaan saat ini bukan saja diperhatikan dan dikontrol oleh unsur pemerintah saja, tapi juga oleh pihak seperti pemerhati keselamatan dan kesehatan kerja dan internasional. Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila semua pihak yang terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja mengambil langkah yang strategis di dalam menangani keselamatan dan kesehatan kerja mengambil langkah yang strategis di dalam menangani keselamatan dan kesehatan kerja agar mencapai nihil kecelakaan. Upaya kesasaran ini memang tidak mudah karena hal ini memerlukan berbagai macam pendukung, paling tidak dengan penerapan program-program K3: 
1.      Secara preventif : kemauan (Commitment) manajemen dan keterlibatan pekerja, analisis risiko di tempat kerja, pencegahan dan pengendalian bahaya, pelatihan bagi pekerja, penyelia dan manajer. 
2.      Secara Represif : Analisis kasus kecelakaan kerja yang telah terjadi  (Sugeng Budiono, 2003).
- yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja pada usaha sector formal maupun sektor informal khususnya pada usaha penjahitan antara lain :

1.      Sikap Tubuh dalam Bekerja
Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan tata letak peralatan, penempatan alat petunjuk, cara memperlakukan peralatan seperti macam gerak, arah dan kekuatan (Anies, 2005)
Menurut Anies (2005), ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan, yaitu semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri secara bergantian. Lalu semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statis diperkecil. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak membebani, melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot yang sedang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah dan sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktivitas (Anies, 2005).
2.      Sikap duduk
Pada posisi duduk berat badan seseorang secara parsial ditopang oleh tempat duduk, tetapi konsumsi energi dan ketegangan saat posisi duduk lebih tinggi dibandingkan posisi berbaring, karena tangan dapat bergerak dengan bebas tetapi ruang gerak sangat terbatas oleh luas tempat duduk (Kroemer, 2001).
Sikap duduk yang keliru merupakan penyebab adanya masalah punggung (Nurmianto, 2003). Menurut Sastrowinoto (1985), kerugian yang diakibatkan sikap duduk yaitu otot perut mengendor, perkembangan punggung melengkung, tidak menguntungkan bagi jalur pencernaan dan paru-paru.
3.      Kelelahan
Menurut Sutalaksana (1979) beberapa penyebab kelelahan pada industri adalah intensitas dan lamanya kerja fisik atau mental, lingkungan (seperti iklim, pencahayaan dan kebisingan), irama circadian, masalah psikis (seperti tanggung jawab, kekhawatiran, konflik), penyakit yang dialami, dan nutrisi. Sedangkan gejala kelelahan yang penting adalah perasaan letih, mengantuk, pusing dan tidak enak dalam bekerja. Gejala kelelahan lainnya adalah semakin lamban dalam berpikir, menurunnya kewaspadaan, persepsi yang lemah dan lambat, tidak semangat bekerja dan penurunan kinerja tubuh dan mental. Apabila kelelahan tidak disembuhkan, suatu saat akan terjadi kelelahan kronis, yang menyebabkan meningkatnya ketidakstabilan psikis (perilaku), depresi, tidak semangat dalam bekerja, dan meningkatnya kecenderungan sakit.
Prestasi yang diukur pada output industri merupakan petunjuk yang pertama kali dipakai untuk menilai akibat dari kelelahan. Perubahan prestasi atau performansi kerja berubah secara teratur selama hari kerja dan selama minggu kerja yang berkolerasi dengan perubahan ketegangan dan kelelahan (Grandjean, 1993).


















BAB III
PEMBAHASAN
A.             PENGETAHUAN TENTANG K3
Setelah dilakukanan survai lapangan pada tukang jahit pakaian disalah satu tempat penjahit pakaian di sekitar Paccinongang Jl. Mustafa Dg. Bunga   mendapatkan informasi dari tukang jahit tempat  meneliti bahwa beliau tidak mengetahui tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
Pada saat  menanyakan tentang APD atau alat pelindung diri beliau  juga mengatakan bahwa ia tidak pernah mendengar dan mengetahui tentang hal tersebut. Namun, melihat beberapa  penerapan lokasi dan peralatan pekerjaan yang digunakan  menyimpulkan bahwa beliau sebenarnya mengetahui tentang alat pelindung diri meskipun tidak secara lengkap dan mendetail.
Alat pelindung diri yang beliau kenal tidak seperti alat pelindung diri yang biasa digunakan dalam dunia kerja modern. Pada usaha informal seperti tempat menjahit pakaian yang  teliti menggunakan alat pelindung diri secara tradisional yang tidak memerlukan biaya yang cukup besar. Namun, alat pelindung diri tersebut cukup jitu untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Salah satu contoh bahwa beliau mengetahui tentang APD adalah beliau menggunakan kursi yang menggunakan sandaran agar dalam bekerja beliau dapat merebahkan punggung saat mulai lelah. Selain itu kursi ini juga dimodifikasi dengan pemabahan bantal pada kursi agar posisi duduk pekerja lebih nyaman dan tidak memberikan rasa sakit saat duduk dalam waktu yang relative lama.

B.             KONDISI LINGKUNGAN KERJA
a.               Potensial Hazard Lingkungan Fisik
Pada Potensial Hazard Lingkungan Fisik  yang saya amati adalah   yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja dilihat dari lingkungan fisik. Pada survai kali ini potensi yang dapat menjadi faktor risiko  antara lain :
1.              Tata Ruang
Tata ruang pada usaha penjahitan ini  sesuai dengan survai yang telah saya lakukan ukuran ruangan tempat beraktivitas sangat kecil untuk  kegiatan proses jahit menjahit.  Hal ini bisa mempengaruhi kenyamanan dan keleluasaan pekerja.
Lingkungan yang tidak kondusif seperti ini dapat megakibatkan pekerja sulit mengatur gerak dalam ruangan ditambah lagi beberapa barang penyimpanan dan meja tempat pengguntingan, mesin obras mesin jahit itu sendiri yang semakin mempersempit ruangan tersebut. Hal ini dapat menjadi hazard lingkungan fisik pada pekerja.
Ruang kerja yang sempit juga dapat mempengaruhi tingkat stress pekerja karenan ini dianggap mengancam keamanan dan kenyamanan mereka dalam bekerja.
Oleh sebab itu, untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja perlu dilakukan pembenahan pada ruang kerja tersebut. Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya adalah jika memiliki dana lebih mungkin penambahan ukuran lokasi dapat dilakukan. Namun, jika hal tersebut tidak dapat dilkukan maka barang barang yang tidak begitu penting dapat dikeluarkan dari tempat kerja atau menggantinya dengan barang yang ukurannya lebih kecil.
2.              Kebisingan dan Polusi
Setelah melakukan survai di lokasi tempat penjahitan pakaian Dg. Ewa tempat ini berada pada pinggir jalan raya sehingga kebisingan menjadi masalah yang biasa bagi Dg. Ewa.
Kebisingan akibat mesin jahit ditambah lagi dengan kebisingan yang disebabkan karena kendaran yang lalu lalang tanpa henti di jalan Mustafa Dg. Bunga dapat mengakibatkan kemampuan daya dengar Dg. Ewa  mengalami penurunan. Oleh karena itu  penyakit akibat kerja tidak dapat terhindarkan lagi seperti beliau sudah tidak mampu lagi menerima suara yang kurang besar.
Kebisingan dapat mempengaruhi kualitas kerja dari pekrja itu sendiri. Kebisingan mungkin tidak menyebabkan penurunan kecepatan proses penjahitan karena ini berkaitan dengan skill akan tetapi kebisingan dapat mempengaruhi kualitas jahitan.
Contohnya karena kebisingan orang menjadi tidak konsentrasi sehingga bisa saja terjadi kesalahan dalam penjahitan mungkin saja hasil jahitannya tidak lurus lagi seperti yang diharapkan. Selain itu kemungkinan kecelakaan kerja dapat terjadi sperti saat  pekerja kehilangan konsetrasi bisa saja ia tersusuk jarum atau tangan tergunting sehingga mengakibatkan luka baik yang permanen maupun yang  tidak.
Polusi atau gas buangan yang dikeluarkan oleh kendaran ini dapat mengakibatkan penyakit pada pekerja jika pekerja terpapar dalam waktu yang relative lama atau terus menerus seperti gas CO yang adapat mempengaruhi kesehatan.
Selain itu debu yang dihasilkan dari kain baik saat pengguntingan dapat mengakibatkan penyakit jika kita terpapar dalam jangka waktu lama dengan kapasitas yang besar. Oleh sebab itu gunakan masker untuk mencegah debu terhirup kedalam saluran pernapasan.
3.              Peralatan kerja
Peralatan kerja yang digunakan pada saat menjahit seperti gunting tidak dilengkapi dengan pengaman. Oleh sebab itu tingkat terjadinya cedera pada tangan semakin tinggi untuk pengunaan gunting dalam jangka waktu yang lama.
Sebaiknya utnuk mengurangi kecelakaan kerja alat yang digunakan seperti gunting dilengkapi dengan pelindung berupa lilitan kain pada pegangan gunting. Hal ini dilakukan untuk mencegah cedara pada tangan. Misalnya tangan menjadi lecet.

4.              Getaran
Pada usah penjahitan tidak dipungkiri adanya paparan getaran yang disebabkan karena dynamo mesin yang digunakan untuk menggerakkan mesin jahit. Untuk itu perlu adanya perhatian khusus sehingga tidak mengakibatkan penyakit akibat kerja seperti kaki menjadi kaku dan kehilangan indra perasa (disfungsi saraf).
Oleh sebab itu untuk mencegah terjadi penyakit akibat kerja pekerja sebaiknya menggunakan sandal agar mengurungi efek getar yang dihasilkan oleh dynamo mesin. Sehingga dengan adanya tindakan pencegahan ini dapat menekan kemungkinan terjadinnya PAK.
b.              Potensial Hazard Lingkungan Biologi
Potensial lingkungan biologi pada tukang jahit dapat mereka peroleh dari bahan baku yang digunakan selama prose kerja seprti kain. Didalam serat kain tidak menutup kemungkinan terdapat banyak baketri dan jamur yang bersifat pathogen bagi tubuh manusia. Oleh sebab itu ini dapat mengakibatkan kemungkinan besar untuk terinfeksi bakteri dan jamur tersebut.
Bagi para pekerja untuk terhindar dari PAK perlu meningkatkan higyene peronganan dengan mencuci tangan sebelum makan dll.  Selain itu tangan yang tadinya memegang kain jika tidak dicuci jika digunakan untuk meggosok mata dapat mengakibatkan iritasi pada mata.
c.                Potensial Hazard Lingkungan Kimia
Bahan baku untuk menjahit yaitu kain dalam proses pembuatannya menggunakan bahan kimia sebagai pewarna dll. Akibat dari penggunaan bahan kimia tersebut dapat megakibatkan perih pada mata. Oleh sebab itu, sebaiknya guna alat yang dapat melindingi mata dari pengaruh bahan kimia tersebut.


d.              Potensial Lingkungan Fisiologi
1.              Sikap Tubuh
Seorang penjahit memang dituntut untuk duduk lebih lama dibandingkan dengan pekerjaan lain seperti SPG. Kondisi penjahit yang dominan berada dalam kondisi duduk,  kepala menunduk, punggung membungkuk serta leher menekuk dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan kerja.
Misalnya posisi duduk  sekalipun pada saat duduk menurut tegangan pada kaki rendah, sikap tak alami dapat dihindari, konsumsi energi terkurangi dan kebutuhan peredaran darah hanya sedikit (Sastrowinoto, 1985). Akan tetapi untuk posisi duduk yang keliru dan terlalu lama tanpa adanya refleksi otot punggung dapat mengakibatkan sakit punggung. Selain itu pada saat duduk otomatis perut mengendor maka ini dapat mengakibatkan gangguan dalam salauran pencernaan dan paru-paru.
C.              PENGGUNAAN APD
Pada kios penjahitan yang saya survai sebagian sudah menggunakan APD akan tetapi penggunaan APD ini tidak semua diberlakukan pada semua aspek. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan pekerja tentang APD itu sendiri.
Akan tetapi disisi lain pekerja sudah menggunakan APD misalnya saja kursi yang dilengkapi dengan sandaran agar sewaktu-waktu saat punggung terasa capek itu dapat direfleksikan pada sandaran kursi.
Selain itu kursi juga dilengkapi dengan bantal kursi. Hal ini merupakan salah satu cara mencegah terjadinya penyakit akibat kerja. Penggunaan bantal kursi ini memebrikan manfaat yang sangat besar bagi pekerja karena dapat mengurangi rasa sakit saat duduk terlalu lama di kursi kerja. Semua alat pelindung diri yang pekerja sediakan dilandasi dengan kenyamanan dan pengalaman saat bekerja.
Oleh sebab itu perlu adanya pengarahan dan pemberian informasi kepada pekerja tentang penggunaan APD dan pentingnya penggunaan APD dilingkungan kerja untuk mecegah terjadinya PAK dan kecelakaan akibat kerja.


D.            PENCEGAHANAN DAN PENGENDALIAN KECELAKAAN KERJA
Salah satu tindakan pencegahan dan pengendalian kecelakaan kerja yang dilakukan oleh pekerja pada lokasi yang saya ambil adalah pengelolaan waktu kerja dan  penggunaan APD. Menurut informasi beliau pengaturan jam kerja dan waktu istirahat sangat ia perhitungkan karena dengan jam kerja yang berlebih dapat berimbas pada kesehatan pekerja.
Salah satu contoh kesadaran terhadap jam istirahat adalah saat beliau merasa lelah akan pekerjaannya maka ia segera beranjak dari tempat kerja untuk beristirahat seperti tidur.  Selain itu penggunaa APD juga  menunjukkan kepeduliannya terhadap terjadinya penyakit yang disebabkan karena aktivitas kerja.
Akan tetapi untuk lebih sempurnanya pencegahan dan pengendalian kecelakaan kerja sebaiknya pekerja memperhitungkan terlebih dahulu dampak sikap dan perilakunya selam bekerja terhadapa kesehatan. Selain itu, beliau juga harus memperhatikan segala aspek yang berpotensi menjadi penyebab kecelakan kerja, tidak hanya dari satu aspek saja.
E.              FASILITAS KESEHATAN
Pada tempat penjahitan pakaian ini saya tidak melihat adanya persedian kotak P3K yang menjadi bantuan pertama saat terjadi kecelakaan kerja saat melakukan proses pembuatan pakaian jadi.
Untuk itu, sebaiknya pada usaha ini disediakan kotak P3K untuk megantisipasi keterlambatan pengobatan jika terjadi kecelakaan akibat kerja.

BAB IV
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
Pada survai kali ini yang menjadi objek penelitian usaha sektor informal adalah  usaha penjahitan pakaian yang dimiliki oleh Rahman Dg. Ewa. Tempat penjahitan ini terletak di Paccinongan Jl.Mustafa Dg.Ewa yang merupakan salah satu kios jahit pakaian yang berada pas didekat jalan raya jadi untuk menemukan tempat ini sangat mudah.
Setelah mensurvai dan menanyakan beberapa hal kepada pemilik (Rahman Dg.Ewa) berikut adalah hasil yang saya peroleh. Menurut pemilik kios menjahit ini untuk mendirikan usahanya beliau ridak menggunakan surat izin usaha karena usaha yang ia rintis merupakan usaha rumahan dengan skala kecil.
Pada awalnya sebelum beliau mendirikan usaha ini terlebih dahulu beliau memulai karirnya dengan mengikuti kursus menjahit pada tukang jahit. Setalah mahir menjahit beliau kemudian ikut menjahit pada usaha yang didirikan oleh orang lain. Selang beberapa tahun beliau membuka usaha jahit mandiri.
Beberapa kegiatan/lingkungan pada penjahit yang dapat mengakibatkan kecelakan dan penyakit akibat kerja diantaranya adalah potensial hazard lingkungan fisik, potensial hazard lingkungan biologi, dan potensial hazard lingkungan kimia.
Contoh potensial hazard llingkungan fisik adalah : tata ruang, kebisingan dan polusi, sikap tubuh, peralatan kerja dan getaran. Potensial hazard lingkungan biologi adalah bakteri yang ada pada kain yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan pakaian. Selain itu ada juga potensial hazard lingkungan kimia contohnya akibat zat pewarna yang digunakan pada proses pewarnaan pakaian yang dapat menagkibatkan perih pada mata.
Penggunaan APD pada tukang jahit tidak diberlakukan pada semua aspek kegiatan kerja misalnya pekerja hanya menggunakan kursi dengan sandaran dilengkapi dengan bantal kursi. Akan tetapi mereka tidak memperhitungkan kemungkinan yang dapat disebabkan karena penggunaan gunting dalam waktu yang lama sehingga gunting yang digunakan tidak dilapisi dengan pelindung agar tidak mencederai tangan.
Pada usaha penjahitan ini saat pekerja membuat pola dan melakukan pengguntingan kain dan pola diletakkan diatas meja untuk digunting. Hal ini merupakan salah satu cara pencegahan PAK pada tukang jahit.
Akan tetapi, pada tempat usaha penjahitan pakaian ini tidak dilengkapi dengan peralatan kesehatan seperti kotak P3K. Hal ini dapat membantu jika sewaktu waktu terjadi kecelakaan kerja. Dengan adanya kotak P3K ini dapat memberikan pertolongan pertama pada pekerja saat mengalami cedera.
B.      SARAN
Sebaiknya dalam bekerja pekerja menggunakan alat pelindung diri dan memperhatikan  kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK yang disebabkan karena penggunaan alat dan posisi dalam bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Mubarok syahrul. 2007. Disadur dari http://www.scribd.com/doc/23928718/ALAT-PELINDUNG-DIRI  syahrul mubarok 2007.

oleh Andi Syarifah Budon

1 komentar: