Senin, 16 April 2012

Makalah K3 Industri Sektor Informal "USAHA PEMBUATAN PINTU,JENDELA DAN KUSEN"

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar belakang
Dalam dunia kerja dikenal sektor industri formal dan non formal. Sektor informal dan formal dibedakan karena ketidakberadaannya hubungan kerja atau kontrak kerja yang jelas. Pada umumnya sifat pekerjaan informal hanya berdasarkan perintah dan perolehan upah. Hubungan yang ada hanya sebatas majikan dan buruh (tenaga kerja), dengan minimnya perlindungan K3.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu perlindungan tenaga kerja di segala jenis kegiatan usaha, baik formal maupun informal. Kegiatan dan penerapan K3 terhadap tenaga kerja di sector formal, pada umumnya sudah diterapkan dengan baik. Sedangkan penerapan di sector informal belum diketahui dengan baik. Kegiatan pekerjaan dan tempat kerja sector informal sangat banyak dan belum diklasifikasikan atas jenis usaha , jenis pekerjaan, dan tempat kerja jika ditinjau dari ketiganya, tidak jauh berbeda.
Dalam makalah ini mencoba mengamati kegiatan K3 di sector informal dengan mengamati kondisi tempat kerja, alat pelindung diri, pengetahuan K3, dan faslitas kesehatan di kegiatan sector informal.
B.     Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1.      Untuk mengetahui pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
2.      Untuk mengetahui kondisi lingkungan kerja khususnya usaha pembuatan kusen,pintu dan jendela.
3.      Untuk mengetahui penggunaan APD di tempat kerja khususnya usaha pembuatan kusen,pintu dan jendela.
4.      Untuk mengetahui pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja khususnya pada industry usaha pembuatan kusen,pintu dan jendela.
5.      Untuk mengetahui fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja khususnya pada industri usaha pembuatan kusen,pintu dan jendela.

C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan tujuan diatas maka rumusan masalah dari makalah ini yaitu ;
1.      Bagaimana pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja?.
2.      Bagaiamana kondisi lingkungan kerja khususnya pada usaha pembuat kusen,pintu dan jendela?.
3.      Bagaimana penggunaan APD di tempat kerja khususnya pada usaha pembuat kusen,pintu dan jendela?.
4.      Bagaimana pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja khususnya pada industry pembuat kusen,pintu dan jendela?.
5.      Bagaiamana fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja khususnya pada industri pembuat kusen,pintu dan jendela?.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.  Gambaran Lokasi
1.      Sejarah Pendirian
Industri sektor informal yang diteliti yaitu industri mebel pembuatan pintu, jendela dan kusen. Industri ini terletak di Jl. Mustapa Dg.Bunga, No.1 Kel.Romang Polong, Kec.Somba Opu, Kab. Gowa. Pemilik atas nama Bapak Sudirman, didirikan pada bulan 5 tahun 2004 letaknya didekat rumah pemilik. Usaha ini didirikan karena adanya dorongan dari keluarga yang sudah lebih dulu menjalankan usaha ini. Pada awalnya hanya pemilik yang bertindak sebagai pekerja. Setahun kemudian mulailah ada pekerja yang direkrut. Luas tempat kerja 8x5 m2.
2.      Tenaga Kerja
Orang yang bekerja sejak didirikannya hingga sekarang telah berganti. Untuk saat ini, Jumlah tenaga kerja di ditempat tersebut adalah 2 orang. Berdasarkan hasil wawancara mereka bekerja empat tahun yang lalu.
3.      Proses Produksi
Proses diartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada diubah untuk memperoleh suatu hasil. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa (Assauri, 1995).
Menurut Ahyari (2002) proses produksi adalah suatu cara, metode ataupun teknik menambah keguanaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada.
Proses pembuatan pintu, jendela dan kusen adalah sama. Baik bahan maupun alat yang digunakan. Berikut ini adalah proses pembuatannya:


1.      Penyediaan bahan
Bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan mebel tersebut diatas adalah kayu bayam dan kayu samarindah. Pencarian dan pemilihan bahan dilakukan sendiri oleh pemilik industri. Ada beberapa tempat penyediaan bahan yang sudah bekerja sama dengan pemilik industri.
Setelah bahan yang dibutuhkan didapatkan, selanjutnya pengangkutan bahan. Pengangkutan bahan ini dilakukan sendiri. Berdasarkan hasil wawancara pada saat pengangkutan sering dikeluhkan sakit pada bagian tangan dan punggung. Karena kayu tersebut diangkat sendiri ke atas mobil tanpa menggunakan alat pelindung diri. Setelah pengangkutan bahan, dan tiba di lokasi kerja bahan tersebut diturunkan ke tempat penyimpanan yang tidak jauh dari lokasi kerja. Dan penurunan bahan tersebut dilakukan kembali oleh pemiliknya sendiri. Keluhan yang sering dirasakan sama dengan ketika menaikkan bahan tersebut. Selain itu pemilik mengatakan bahwa bahan yang diturunkan dari mobil terkadang menyederai tangannya. Hal ini karena tidak menggunakan alat pelindung diri seperti handskun. Berdasarkan hasil wawancara, APD tidak digunakan karena menurutnya APD membuat dirinya repot. Selain itu keselamatan dan kesehatan kerjanya dianggap tidak penting karena selama bekerja menurutnya tidak terjadi apa-apa.
2.      Penggeregajian
Alat yang digunakan untuk menggeregaji yaitu mesin scap. Proses ini bertujuan memotong bahan untuk menyesuaikan ukuran yang dibutuhkan untuk pembuatan kusen, jendela dan pintu. Proses dilakukan oleh tenaga kerja di tempat tersebut dalam keadaan berdiri ataupun jongkok. Dari hasil wawancara tidak ada keluhan apapun yang dirasakan. Meskipun dari proses ini potensi yang dapat terjadi yaitu debu dari bahan yang digeregaji namun tenaga kerja meminimalasir bahaya kesehatan yang ada dengan menggunakan masker. suara dari alat tersebut juga menimbulkan kebisingan. Namun menurutnya suara tersebut tidak mengganggu dirinya.

3.       Pengetaman
Bahan yang sudah digeregaji selanjutnya diketam dengan menggunakan ketam meja. Alat ini bertujuan untuk menghaluskan bahan. Posisi ketika mengetam yaitu berdiri atau jongkok. Potensi yang mungkin  terjadi yaitu Cedera di tangan, debu dari hasil ketaman, dan suara bising dari alat.


4.      Pemakuan
Bahan yang telah dihaluskan selanjutnya dipaku. Proses ini untuk menyatukan bahan agar membentuk jendela, pintu atau kusen yang telah dipesan orang. Posisi ketika pemakuan yaitu membungkuk atau jonkok. Potensi bahaya yang mungkin terjadi yaitu cedera pada tangan ketika pemakuan jika tidak dilakukan dengan hati-hati.

5.      Pemerataan
Setelah pemakuan dilakukan pemerataan dengan menggunakan ketam listrik. Proses ini bertujuan untuk meratakan setiap sudut yang telah dimodel. Posisi ketika pemeraataan yaitu membungkuk. Potensi bahaya yang mungkin terjadi yaitu debu hasil pemerataan dan suara bising yang ditimbulkan oleh mesin pemerataan.

6.      Profil
Proses ini bertujuan untuk memperindah setiap sudut yang telah dibentuk. Posisi ketika melakukan profil yaitu membungkuk. Alat tersebut juga mengasilkan debu yang dapat memepengaruhi kesehatan pekerja.


7.      Pengantaran
Proses ini dilakukan oleh pemilik usaha untuk mengantarkan pesanan ke tempat tujuan.  Pesanan tersebut dturunkan sendiri oleh pengantar.

B.     Tinjauan Umum Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
1. Pengertian kesehatan dan keselamatan kerja
Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi  alam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar  pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang  setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha- usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan–gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah manusia
b. Bersifat medis.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993). Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja
b. Bersifat teknik.
Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam macam ; ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.

2. Tujuan kesehatan dan keselamatan kerja
Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990):
a.       Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.
b.      Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.
Dalam UU No. 1 tahun 1970 dinyatakan bahwa syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a.       mencegah dan mengurangi kecelakaan
b.      mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran
c.       mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
d.      memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya
e.       memberikan pertolongan pada waktu kecelakaan
f.       memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
g.      mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, gas, hembusan
h.      mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan
i.        memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
j.        menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
k.      menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
l.        memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban
m.    memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya
n.      mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang
o.      mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
p.      mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
q.      menyesuaikan dan menyempurnakan pengamatan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaan menjadi bertambah tinggi.

3. Kecelakaan kerja
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Secara umum, ada dua sebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu penyebab langsung (immediate causes) dan penyebab dasar (basic causes). 
a.    Penyebab Dasar
1)   Faktor manusia/pribadi, antara lain karena :
a) kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis
b) kurangnya/lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/keahlian.
c) stress
d) motivasi yang tidak cukup/salah
2)   Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena :
a) tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan
b) tidak cukup rekayasa (engineering)
c) tidak cukup pembelian/pengadaan barang
d) tidak cukup perawatan (maintenance)
e) tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan barang-barang/
f) tidak cukup standard-standard kerja
g) penyalahgunaan
b. Penyebab Langsung
1. Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak standard) yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :
a)    Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak  memenuhi syarat.
b) Bahan, alat-alat/peralatan rusak
c) Terlalu sesak/sempit
d) Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang mamadai
e) Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan
f) Kerapihan/tata-letak (housekeeping) yang buruk
g) Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll
h) Bising
i) Paparan radiasi
j) Ventilasi dan penerangan yang kurang
2.    Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003):
a) Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang.
b) Gagal untuk memberi peringatan.
c) Gagal untuk mengamankan.
d) Bekerja dengan kecepatan yang salah.
e) Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi.
f) Memindahkan alat-alat keselamatan.
g) Menggunakan alat yang rusak.
h) Menggunakan alat dengan cara yang salah.
i) Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar.

4. Ergonomi
Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan manusia seoptimal mungkin. Di beberapa negara Ergonomi diistilahkan Arbeitswissenschaft  (Jerman), Biotechnology  (Skandinavia), Human (factor) Engineering atau Personal Research di Amerika Utara. (Budiono, Sugeng, 2003).
Penerapan ergonomi/ruang lingkup ergonomi meliputi (Setyaningsih, Yuliani, 2002) ;
a. Pembebanan kerja fisik
Beban fisik yang dibenarkan umumnya tidak melebihi 30-40% kemampuan maksimum seorang pekerja dalam waktu 8 jam sehari. Untuk mengukur kemampuan kerja maksimum digunakan pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 kali per menit di atas denyut nadi sebelum bekerja. Di Indonesia beban fisik untuk mengangkat dan mengangkut yang dilakukan seorang pekerja dianjurkan agar tidak melebihi dari 40 kg setiap kali mengangkat atau mengangkut.
b. Sikap tubuh dalam bekerja
Sikap pekerjaan harus selalu diupayakan agar merupakan sikap ergonomik. Sikap yang tidak alamiah harus dihindari dan jika hal ini tidak mungkin dilaksanakan harus diusahakan agar beban statis menjadi sekecil-kecilnya. Untuk membantu tercapainya sikap tubuh yang ergonomik sering diperlukan pula tempat duduk dan meja kerja yang kriterianya disesuaikan dengan ukuran anthropometri pekerja. Ukuran anthropometri tubuh yang penting dalam ergonomi adalah :
1) Berdiri
a) Tinggi badan berdiri
b) Tinggi bahu
c) Tinggi siku
d) Tinggi pinggul
e) Depa
f) Panjang lengan
2) Duduk
a) Tinggi duduk
b) Panjang lengan atas
c) Panjang lengan bawah dan tangan
d) Jarak lekuk lutut sampai dengan garis punggung
e) Jarak lekuk lutut sampai dengan telapak
3) Keadaan bekerja sambil berdiri, mempunyai kriteria :
a)    Tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm di bawah tinggi siku.
b)   Pekerjaan yang lebih membutuhkan ketelitian, tinggi meja yang digunakan 10-20 cm lebih tinggi dari siku.
c)    Pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan tangan, tinggi meja 10-20 cm lebih rendah dari siku.

c.    Mengangkat dan mengangkut
Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses mengangkat dan mengangkut adalah beratnya beban, intensitas, jarak yang harus ditempuh, lingkungan kerja, ketrampilan dan peralatan yang digunakan. Untuk efisiensi dan kenyamanan kerja perlu dihindari manusia sebagai “alat utama” untuk mengangkat dan mengangkut.
d. Sistem manusia – mesin
Penyesuaian manusia-mesin sangat membantu dalam menciptakan kenyamanan dan efisiensi kerja. Perencanaan sistem ini dimulai sejak tahap awal dengan memperhatikan kelebihan dan keterbatasan manusia dan mesin yang digunakan interaksi manusia-mesin memerlukan beberapa hal khusus yang diperhatikan, misalnya :
1) adanya informasi yang komunikatif
2) tombol dan alat pengendali baik
3) perlu standard pengukuran anthropometri yang sesuai untuk pekerjaannya.
e.  Kebutuhan kalori
Konsumsi kalori sangat bervariasi tergantung pada jenis pekerjaan. Semakin berat kegiatan yang dilakukan semakin besar kalori yang diperlukan. Selain itu pekerjaan pria juga membutuhkan kalori yang berbeda dari pekerja wanita. Dalam hal ini perlu diperhatikan juga saat dan frekuensi pemberian kalori pada pekerja.
1) Pekerja Pria
a) Pekerjaan ringan : 2400 kal/hari
b) Pekerjaan sedang ; 2600 kal/hari
c) Pekerjaan berat : 3000 kal/hari
2) Pekerja Wanita
a) Pekerjaan ringan : 2000 kal/hari
b) Pekerjaan sedang ; 2400 kal/hari
c) Pekerjaan berat : 2600 kal/hari

f. Pengorganisasian kerja
Pengorganisasian kerja berhubungan dengan waktu kerja, saat istirahat, pengaturan waktu kerja gilir (shift) dari periode saat bekerja yang disesuaikan dengan irama faal tubuh manusia. Waktu kerja dalam 1 hari antara 6-8 jam. Dengan waktu istirahat ½ jam sesudah 4 jam bekerja. Perlu juga diperhatikan waktu makan dan beribadah. Termasuk juga di dalamnya terciptanya kerjasama antar pekerja dalam melakukan suatu pekerjaan serta pencegahan pekerjaan yang berulang (repetitive).
g. Lingkungan kerja
Dalam peningkatan efisiensi dan produktifitas kerja berbagai faktor lingkungan kerja sangat berpengaruh. Berbagai faktor lingkungan yang berpengaruh misalnya suhu yang nyaman untuk bekerja adalah 24-26O C.
h. Olahraga dan kesegaran jasmani
Kegiatan olahraga dan pembinaan kesegaran jasmani dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu, tes kesehatan sebelum bekerja/tes kesegaran jasmani perlu dilakukan sebagai tahap seleksi karyawan.
i. Musik dan dekorasi
Musik dapat meningkatkan kegairahan dan produktivitas kerja dengan mempertimbangkan jenis, saat, lama dan sifat pekerjaan. Dekorasi dan pengaturan warna dapat memberikan kesan jarak, kejiwaan dan suhu. Misalnya :
a) biru ; jarak jauh dan sejuk
b) hijau ; menyegarkan
c) merah ; dekat, hangat, merangsang
d) orange ; sangat dekat, merangsang.
j. Kelelahan
Kelelahan adalah mekanisme perlindungan tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut dan memerlukan terjadinya proses pemulihan. Sebab-sebab kelelahan diantaranya adalah monotomi kerja, beban kerja yang berlebihan, lingkungan kerja jelek, gangguan kesehatan dan gizi kurang.

C.    Tinjauan Umum Pembuatan Kusen,Pintu dan Jendela
Sektor informal adalah segala jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan pendapatan yang  tetap, tempat pekerjaan yang tidak terdapat keamanan kerja (job security), tempat bekerja yang tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut dan unit usaha atau lembaga yang tidak berbadan hukum. Sedangkan ciri-ciri kegiatan-kegiatan informal adalah mudah masuk, artinya setiap orang dapat kapan saja masuk ke jenis usaha informal ini, bersandar pada sumber daya lokal, biasanya usaha milik keluarga, operasi skala kecil, padat karya, keterampilan diperoleh dari luar sistem formal sekolah dan tidak diatur dan pasar yang kompetitif. Contoh dari jenis kegiatan sektor informal antara lain pedagang kaki lima (PKL), becak, penata parkir, pengamen dan anak jalanan, pedagang pasar, buruh tani dan lainnya.( fatmawati,2012).
Kusen adalah bagian yang sama penting dari sebuah rumah tinggal atau gedung. Kusen pintu merupakan bingkai tempat "bergantung" sang pintu dan juga berfungsi sebagai "rumah" bagi perangkat kunci si alat pengaman. Begitu juga dengan kusen jendela. Tidak hanya di kawasan tropis seperti Indonesia, juga di sebagian besar belahan Bumi ini, umumnya rumah tinggal menggunakan kusen yang seperti halnya daun pintu itu sendiri-terbuat dari material kayu. Selain dapat beradaptasi terhadap berbagai macam cuaca, material kayu sangat memenuhi persyaratan artistik karena mudah dibentuk bermacam model yang variatif.
Proses pembuatannya melalui beberapa tahap yaitu mulai dari pemilihan jenis kayu yang dibutuhkan, kemudian mengantarkan kayu ke lokasi pembuatan, penggeregajian, pengetaman, pemakuan, pemerataan, profil, kemudian sampai pada tahap akhir yaitu mengantarkannya ketempat pemesanan. Dalam proses tersebut tanpa pekerja sadari, berpotensi terhadap kesehatan dan keselamatan kerjanya.

BAB III
PEMBAHASAN

A.  Pengetahuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya.Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pengetahuan tentang K3.
Dari hasil wawancara baik dari pemilik usaha dan pekerja mengatakan bahwa tidak pernah mendengar tentang kesehatan dan keselamatan kerja. Meskipun demikian mereka berpendapat bahwa “kesehatan dan keselamatan kerja adalah bagaimana agar kita terhindar dari penyakit akibat bekerja”. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa mereka mengetahui tujuan kesehatan dan keselamatan kerja meskipun tidak pernah mendengarnya. Pendapat tersebut sesuai dengan tujuan K3 menurut Rachman,1990 yaitu agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.

B.     Kondisi Lingkungan Kerja
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, dapat diklasifikasikan potensi bahaya dari usaha pembuatan pintu, kusen dan jendela ini berdasarkan lingkungan kerjanya.
1.    Potensial Hazard Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik meliputi keadaan fisik seperti kebisingan, radiasi, getaran, iklim (cuaca ) kerja, tekanan udara, penerangan, bau-bauan serta hal-hal yang berhubungan di tempat kerja. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan potensial hazard lingkungan fisik dari usaha pembuatan pintu, jendela dan kusen yaitu kebisingan, cahaya, dan debu.


a.    Kebisingan
Kebisingan adalah semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Kepmennaker, 1999). Sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 adalah 85 desi Bell A( dBA ), untuk waktu pemajanan 8 jam perhari. Dan untuk kebisingan lebih dari 140 dBA walaupun sesaat pemajanan tidak diperkenankan.
Suara bising yang terdapat dalam proses pembuatan pintu, jendela dan kusen berasal dari peralatan yang digunakan, seperti mesin penggeregajian, mesin pengetaman, ketam tangan listrik dan profil, Namun, dari hasil wawancara yang telah dilakukan suara bising dari mesin tersebut menurutnya tidak menganggu pengerjaanya karena telah terbiasa. Dan selama bekerja menurutnya tidak ada kelainan pada alat pendengaran. Meskipun, pada saat pengamatan suara yang dikeluarkan dari alat tersebut cukup bising yang akan mempengaruhi kesehatan apabila melewati nilai ambang batas.
b.    Pencahayaan
Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat. Menurut sumbernya, pencahayaan dapat dibagi menjadi :
1)   Pencahayaan alami
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari. Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas lantai.Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan panas terutama saat siang hari.
2)   Pencahayaan buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami tidak mencukupi. Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai berikut:
a)    Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat.
b)   Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman.
c)    Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja.
d)   Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan bayang-bayang.
e)    Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi.
Untuk pembuatan pintu, jendela dan kusen dibutuhkan paling sedikit mepunyai penerangan 200 luks. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan usaha ini menggunakan 2 sumber penerangan yaitu pencahayaan alami yang digunakan pada siang hari dan pencahayaan buatan yang digunakan pada malam hari.
c.    Debu
Debu adalah zat padat yang dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan. Debu adalah zat padat yang berukuran 0,1 – 25 mikron. Debu termasuk kedalam golongan partikulat. Yang dimaksud dengan partikulat adalah zat padat/cair yang halus, dan tersuspensi diudara, misalnya embun, debu, asap, fumes dan fog. (putraprabu.wordpress.com)
Partikel debu yang dihasilkan dari proses pembuatan pintu, jendela dan kusen berasal dari proses penggeregajian, pengetaman, dan profil. Namun bahaya dari partikel tersebut diminimalisir dengan penggunaan masker.
2.    Potensial Hazard Lingkungan Fisiologis
Potensial hazard lingkungan fisiologis dari usaha pembuatan kusen,pintu dan jendela adalah egonomi. Ergonomi disebut sebagai human factor yang berarti menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras berkaitan dengan mesin  (perkakas kerja/tools, alat peraga/display, conveyor dan lain-lain) sedangkan perangkat lunak lebih berkaitan dengan sistem kerjanya seperti penentuan jumlah istirahat, pemilihan jadwal pergantian shift kerja, rotasi pekerjaan, prosedur kerja dan lain-lain.
Dalam kaitannya dengan pembuatan pintu, jendela dan kusen, ergonomic juga mempunyai peranan penting. Ini dapat dilihat dari kesesuaian posisi pada saat bekerja. Berdasarkan hasil wawancara, pada saat pesanan banyak menuntut pekerja untuk bekerja lebih dari hari biasanya. Menurutnya keadaan tersebut membuatnya merasa lelah ketika berdiri lama pada saat pengetaman. Namun, jika hal itu dialami maka pekerja langsung berstirahat. Dan melanjutkan pekerjaanya setelah merasa membaik. Menurut informan dalam pengerjaannya tidak ada waktu yang menentu. Tergantung dari banyaknya pesanan. Jika pesanan banyak maka, pekerja dapat bekerja hingga larut malam.

C.  Penggunaan Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya.( http://id.wikipedia.org/wiki/Alatpelindungdiri).
Dalam usaha pembuatan pintu, jendela, dan kusen ini, penggunaan alat pelindung diri masih perlu ditingkatkan. Pekerja hanya menggunakan masker karena menurutnya hanya debu yang berbahaya bagi dirinya. Sementara kebisingan hanya dianggap hal yang biasa sehingga tidak digunakan APD seperti ear plug atau ear mup (sumbat telinga). Selain itu pada saat pangangkatan bahan seharusnya menggunakan sarung tangan untuk mengurangi bahaya yang dapat menyederai tangan. Karena menurut informan terkadang bahan atau kayu yang diangkat meyederai tangannya. Namun hal tersebut menurtnya biasa saja. Bahkan menurutnya jika menggunakan APD membuatnya repot.

D.    Pencegahan / Pengendalian Kecelakaan Kerja dan PAK
Menurut pengakuan informan,untuk mencegah atau mengendalikan kecelakaan kerja di tempat usahanya dilakukan dengan cara istirahat jika merasakan kelelahan. Dan sering berolahraga pada pagi hari selain itu makanan yang dikonsumsi menurutnya harus disesuaikan dengan pekerjaannya.

E.     Fasilitas Kesehatan
Usaha ini tidak memiliki fasilitas kesehatan. Untuk menangani jika terjadi kecelakaan kerja di tempat ini, pekerja langsung di bawa ke puskesmas. Biaya penanganan dan penanggulangan kesehatan bila ada kecelakaan ditanggung oleh pemilik usaha.
Fasilitas yang ada pada tempat tersebut yaitu Terdapat tempat peristirahatan, kamar, dan kamar mandi dengan air bersih yang memadai, dan air minum yang cukup.
BAB IV
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di industri nonformal khususnya di industri pembuatan kusen,pintu, dan jendela dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ;
1.    Pengetahuan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dimiliki pemilik dan tenaga kerja masih minim. Hal ini karena mereka tidak pernah mendengar tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
2.    Kondisi lingkungan kerja memberikan kontribusi terhadap beberapa potensial bahaya bagi keselamatan kerja. Seperti ; potensial hazard lingkungan fisik ( kebisingan, pencahayaan, dan debu ), potensial hazard lingkungan fisiologis ( ergonomi ). Tidak ada potensial hazard lingkungan kimi,biologi dan psikologi ( stress kerja )
3.    Pada penggunaan Alat Pelindung Diri, pekerja sudah menggunakan masker untuk mencegah debu memasuki saluran pernapasan. Namun masih perlu ditingkatkan karena pada lingkungan kerja itu, tidak hanya debu yang berbahaya bagi kesehatan namun, kebisingan dan saat pengangkatan kayupun berpotensi membahyakan keselamatan kerja. Walaupun tidak semua sumber bahaya diproteksi tapi setidaknya sudah ada upaya preventif yang dilakukan.
4.    Pencegahan / pengendaliaan kecelakaan kerja di tempat ini yaitu beristirahat jika merasakan kelelahan. Dan sering berolahraga pada pagi hari selain itu makanan yang dikonsumsi menurutnya harus disesuaikan dengan pekerjaannya.
5.      Fasilitas yang ada pada tempat tersebut yaitu Terdapat tempat peristirahatan, kamar, dan kamar mandi dengan air bersih yang memadai, dan air minum yang cukup.

B.  Saran
Berdasarkan hasil observasi, perlindungan K3 di sector informal masih lemah. Sektor informal memiliki beberapa kelemahan dalam perlindungan K3 karena keterbatasan factor ekonomi dan social budaya. Seharusnya, perlindungan K3 tidak membedakan antara sector formal dan informal. Upaya yang dapat dilakukan antara lain pendataan dan monitoring, sosialisasi K3 melalui pelatihan, dan bantuan jaminan kesehatan yang memadai.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2012. Pengertian Dan Proses Produksi. Di akses dari:
http// Yprawira.wordpress.com. Pada tanggal 30 Maret 2012.

Mohamad yani.2006.Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Sektor Informal. Di akses dari: http//repository.ipb.ac.pdf. Pada tanggal 30 Maret 2012.

Putra Prabu.2008. Dampak Partikulat Terhadap Kesehatan. Di akses dari: http// putraprabu.wordpress.com. Pada tanggal 30 Maret 2012.

Ragil setiyabudi, SKM.2010.Kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan industri. Di akses dari: http// thebachtiar.wordpress.com. Pada tanggal 30 maret 2012.

Zein Property.2011.Kusen Pintu dan Jendela; Pembuatan, Pemasangan dan Finishing. Di akses dari: http//Depeloverdankontraktor.blogspot.com. Pada tanggal 30 Maret 2012.

oleh Andi Ismawati 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar