Minggu, 15 April 2012

Makalah K3 Industri Sektor Informal "Pedagang Martabak"

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Batasan mengenai sektor informal sebagai sebuah fenomena yang sering muncul diperkotaan masih dirasakan kurang jelas, karena kegiatan-kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria sektor formal—terorganisir, terdaftar, dan dilindungi oleh hukum—dimasukkan kedalam sektor informal, yaitu suatu istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang seringkali tercakup dalam istilah umum “usaha sendiri”. Dengan kata lain, sektor informal merupakan jenis kesempatan kerja yang kurang terorganisir, sulit dicacah, dan sering dilupakan dalam sensus resmi, serta merupakan kesempatan kerja yang persyaratan kerjanya jarang dijangkau oleh aturan-aturan hukum.
Agar tetap dapat bertahan hidup ( survive ), para migran yang tinggal dikota melakukan aktifitas-aktifitas informal (baik yang sah dan tidak sah) sebagai sumber mata pencaharian mereka. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan daripada menjadi pengangguran yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan tetapi rendah dan tidak tetap.
Belum ada pembagian yang jelas antara jenis dan tempat kerja dari kegiatan pekerjaan formal dan informal. Sementara ini sekotr informal dan formal dibedakan karena ketidakberadaannya hubllngan kerja atau kontrak kerja yang jelas. Pada umumnya sifat pekerjaan informal hanya berdasarkan perintah dan perolehan upah. Hubungan yang ada hanya sebatas majikan dan buruh (tenaga kerja), dengan minimnya perlindungan K3.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu perlindungan tenaga kerja di segala jenis kegiatan usaha, baik formal maupun informal. Kegiatan dan penerapan K3 terhadap tenaga kerja di sector formal, pada umumnya sudah diterapkan dengan baik. Sedangkan penerapan di sector informal belum diketahui dengan baik. Kegiatan pekerjaan dan tempat kerja sector informal sangat banyak dan belum diklasifikasikan atas jenis usaha , jenis pekerjaan, dan tempat kerja Bila ditinjau dari ketiganya, nampaknya tidak jauh berbeda. Namun bila dilihat kondisi tempat kerja dan K3 nya sangat berbeda (sangat berbeda). Secara langsung maupun tidak langsung aktivitas kerja secara manual apabila tidak dilakukan secara ergonomis akan menimbulkan kecelakaan kerja.



B.     TUJUAN
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1.      Untuk mengetahui pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
2.      Untuk mengetahui kondisi lingkungan kerja khususnya pedagang martabak
3.      Untuk mengetahui penggunaan APD di tempat kerja khususnya pedagang martabak.
4.      Untuk mengetahui pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja khususnya pada pedagang martabak.
5.      Untuk mengetahui fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja khususnya pada pedagang martabak

C.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang dan tujuan diatas maka rumusan masalah dari makalah ini yaitu ;
1.      Bagaimana pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja?.
2.      Bagaiamana kondisi lingkungan kerja khususnya pedagang martabak?.
3.      Bagaimana penggunaan APD di tempat kerja khususnya pedagang martabak?.
4.      Bagaimana pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja khususnya pada pedagang martabak?.
5.      Bagaiamana fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja khususnya pada pedagang martabak?.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    GAMBARAN LOKASI
Usaha Martabak “Gudang Rasa’ berada di Jalan Paccerakkang, Daya Makassar Sulawesi Selatan. Tempat usahanya berupa gerobak sederhana dengan berbagai jenis bahan pembuat martabak dan peralatan menggoreng seperti kompor dan penggorengan.

1.      Sejarah Pendirian
Produksi pangan yang baik merupakan salah satu faktor yang penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan. Cara produksi pangan yang baik sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil, sedang, maupun yang berskala besar. Melalui cara produksi pangan yang baik industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Dengan menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat, dan industri pangan yang bersangkutan akan berkembang dengan pesat. Dengan berkembangnya industri pangan yang menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam kesehatan.(BPOM; 2004).
Adapun sejarah berdirinya, usaha Martabak “Gudang Rasa’ mulai dijalankan pada tahun 2008. Berawal dari coba-coba dengan modal seadanya, namun seiring berjalannya waktu langganan konsumen semakin banyak sehingga usaha ini masih bisa bertahan sampai sekarang dan mampu membuka cabangnya dimana-mana.
Lokasi dari Martabak “Gudang Rasa’ ini cukup strategis karena berada di pinggir  jalan raya. Selain itu, akses transportasi juga cukup lancar. 

2.      Jumlah Tenaga Kerja
Berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara yang telah dilakukan, jumlah tenaga kerja dari usaha ini ada 3 orang yaitu penanggung jawab cabang  usaha, Mas Fajar, beserta 2 orang anggotanya, Kevin dan Iwan.  Ketentuan jam kerja pada usaha ini tidak menentu tergantung dari banyaknya pesanan. Namun, berdasarkan hasil wawancara rata-rata jam kerjanya yaitu kurang 8 jam kerja setiap hari. Mulai buka pukul 17.00 (5 sore) sampai pukul 24.00 (12 malam).
3.      Proses Produksi
a.       Bahan Baku
Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk, ikut dalam proses produksi dan memiliki persentase yang besar dibandingkan bahan-bahan lainnya. Jadi, bahan baku ini dapat disebut sebagai bahan utama. Adapun bahan baku yang digunakan adalah sebagai berikut :
·         Tepung, sebagai bahan dasar pembuat adonan,
·         Telur,
b.      Bahan Tambahan
Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi dan ditambahkan kedalam proses pembuatan produk dalam rangka meningkatkan mutu produk yang mana komponennya merupakan bagian dari produk akhir. Bahan tambahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
·         Isian martabak, seperti jamur, telur, sosis, daging ayam.
·         Daun bawang.

c.       Uraian Proses Produksi
Proses produksi adalah metode atau teknik untuk membuat suatu barang atau jasa bertambah nilainya dengan menggunakan sumber tenaga kerja, mesin, bahan baku, bahan tambahan dan dana yang ada.Sedangkan proses adalah suatu cara, metode dan teknik bagaimana mengubah sumber daya (material, tenaga kerja, mesin, dana dan metode) yang ada untuk memperoleh hasil. Sedangkan untuk produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa. Dari definisi diatas maka dapat dibuat kesimpulan bahwa proses produksi adalah cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya material, tenaga kerja, mesin, dana, dan metode yang ada.
Jenis-jenis produksi sangat banyak, tergantung dari metode, dan cara yang digunakan untuk menghasilkan produk. Namun secara garis besar dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu :
1.       Proses produksi yang terus menerus (Continue)
2.      Proses produksi yang terputus-putus (Intermittent)
Dalam aktivitas produksinya sehari-hari Martabak “Gudang Rasa’ menggunakan jenis proses produksi yang terputus-putus Intermittent. Hal ini dikarenakan kegiatan produksi tersebut berlangsung untuk memenuhi permintaan atau tergantung pesanan dari konsumen. Proses produksi Martabak “Gudang Rasa’ adalah sebagai berikut :
Pesanan konsumen
Pengemasan dan transaksi
Pembuatan isian martabak
Pembuatan kulit martabak dari adonan
penggorengan
Adonan di isi dengan isian martabak
 





B.     TINJAUAN UMUM
Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun lingkungan agar diperoleh produktifitas kerja yang optimal.
Ruang lingkup kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerja dan lingkungan kerjanya baik secara fisik maupun psikis dalam hal cara/metoda kerja, proses kerja dan kondisi kerja yang bertujuan untuk :
1.      Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua lapangan pekerjaan yang setinggi-tingginya baik secara fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya.
2.      Mencegah gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.
3.      Memberikan perlindungan bagi pekerja didalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
4.      Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaannya yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya.

Kapsitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seseorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya secara baik.
Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi lingkungan kerja (misalnya panas, bising, debu, zat kimia, dll) dapat merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibatnya. Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.
Penyakit akibat kerja dan atau penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh pemaparan terhadap lingkungan kerja. Dewasa ini terhadap kesenjangan antara pengetahuan ilmiah tentang bagaimana bahaya-bahaya kesehatan berperan dan usaha-usaha untuk mencegahnya. Juga masih terdapat pendapat yang sesat bahwa dengan mendiagnosis secara benar penyakit-penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh zat/bahan yang berbahaya dilingkungan kerja, sudah membuat sutuasi terkendalikan.
Walaupun merupakan langkah yang penting namun hal ini bukan memecahkan masalah yang sebenarnya. Pendekatan tersebut tetap membiarkan lingkungan kerja yang tidak sehat tetap tidak berubah, dengan demikian potensi untuk menimbulkan gangguan kesehatan yang tidak diinginkan juga tidak berubah' Hanya dengan "diagnosa" dan "pengobatan/ penyembuhan" dari lingkungan kerja, yang dalam hal ini disetarakan berturut-turut dengan "pengenalan/evaluasi" dan "pengendalian efektif" dari bahaya-bahaya kesehatan yang ada dapat membuat lingkungan kerja yang sebelumnya tidak sehat menjadi sehat.
Untuk dapat mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya-bahaya dilingkungan kerja yang diperkirakan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja utamanya terhadap para pekerja, ditempuh 3 langkah utama yaitu : Pengenalan lingkungan kerja, evaluasi lingkungan kerja dan pengendalian lingkungan dari berbagai bahaya dan resiko kerja.
1.      Pengenalan lingkungan kerja
Pengenalan dari berbagai bahaya dan resiko kesehatan dilingkungan kerja biasanya pada waktu survai pendahuluan dengan cara melihat dan mengenal ("walk-through survey"), yang salah satu langkah dasar yang pertama-tama harus dilakukan dalam upaya program kesehatan kerja. Beberapa diantara bahaya dan resiko tersebut dapat dengan mudah dikenali, seperti masalah kebisingan disuatu tempat, bilamana sebuah percakapan sulit untuk didengar, atau masalah panas disekitar tungku pembakaran atau peleburan yang dengan segara dapat kita rasakan. Beberapa hal lainnya yang tidak jelas atau sulit untuk dikenali seperti zat-zat kimia yang berbentuk dari suatu rangkaian proses produksi tanpa adanya tanda-tanda sebelumnya. Untuk dapat mengenal bahaya dan resiko lingkungan kerja dengan baik dan tepat, sebelum dilakukan survai pendahuluan perlu didapatkan segala informasi mengenai proses dan cara kerja yang digunakan, bahan baku dan bahan tambahan lainnya, hasil antara hasil akhir hasil sampingan serta limbah yang dihasilkan. Kemungkinankemungkinan terbentuknya zat-zat kimia yang berbahaya secara tak terduga perlu pula dipertimbangkan. Hal-hal lain yang harus diperhatikan pula yaitu efek-efek terhadap kesehatan dari semua bahaya-bahaya dilingkungan kerja termasuk pula jumlah pekerja yang potensial terpapar, sehingga langkah yang ditempuh, evaluasi serta pengandaliannya dapat dilakukan sesuai dengan prioritas kenyataan yang ada.
2.      Evaluasi Lingkungan kerja
Evaluasi ini akan menguatkan dugaan adanya zat/bahan yang berbahaya dilingkungan kerja, menetapkan karakteristik-karakteristiknya serta memberikan gambaran cakupan besar dan luasnya pemajanan. Tingkat pemajanan dari zat/bahan yang berbahaya dilingkungan kerja yang terkendali selama survai pendahuluan harus ditentukan secara kualitatif dan atau kuantitatif, melalui berbagai teknik misalnya pengukuran kebisingan, penentuan indeks tekanan panas, pengumpulan dan analisis dari sampel udara untuk zat-zat kimia dan partikelpartikel (termasuk ukuran partikel) dan lain-lain. Hanya setelah didapatkan gambaran yang lengkap dan menyeluruh dari proses pemajanan kemudian dapat dibandingkan dengan standar kesehatan kerja yang berlaku, maka penilaian dari bahaya atau resiko yang sebenarnya terdapat dilingkungan kerja yang telah tercapai.
Perilaku dan sikap para pekerja yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan dapat mempengaruhi status kesehatan pekerja yang bersangkutan. Beberapa contoh perilaku dan sikap tersebut adalah :
·         Merokok, terlebih lagi bekerja sambil merokok.
·         Pola makan yang tidak terartur dan tidak seimbang.
·         Ceroboh dan tidak mengindahkan aturan kerja yang berlaku misalnya menolak anjuran menggunakan alat pelindung diri, bercanda dengan teman sekerja pada waktu bekerja.
·         Menggunakan obat-obat terlarang atau minum-minuman keras (bir atau sejenis minuman beralkohol lainnya).
·         Dan Lain-lain.


C.     TINJAUAN KHUSUS
Sektor informal adalah segala jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan pendapatan yang  tetap, tempat pekerjaan yang tidak terdapat keamanan kerja (job security), tempat bekerja yang tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut dan unit usaha atau lembaga yang tidak berbadan hukum. Sedangkan ciri-ciri kegiatan-kegiatan informal adalah mudah masuk, artinya setiap orang dapat kapan saja masuk ke jenis usaha informal ini, bersandar pada sumber daya lokal, biasanya usaha milik keluarga, operasi skala kecil, padat karya, keterampilan diperoleh dari luar sistem formal sekolah dan tidak diatur dan pasar yang kompetitif. Contoh dari jenis kegiatan sektor informal antara lain pedagang kaki lima (PKL), becak, penata parkir, pengamen dan anak jalanan, pedagang pasar, buruh tani dan lainnya.     ( Fatmawati,2012).
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), sektor informal adalah kegiatan ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun penerimaanya.
2.      Pada umumnya tidak tersentuh oleh peraturan dan ketentuan yang diterapkan oleh pemerintah.
3.      Modal, peraturan dan perlengkapan maupun pemasukan biasanya kecil dan diusahakan atas dasar hitungan harian.
4.      Pada umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan tidak terpisah dengan tempat tinggal.
5.      Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar.
6.      Pada umumnya dilakukan oleh golongan masyarakat yang berpendapatan rendah.
7.      Tidak selalu membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, sehingga secara luwes dapat menyerap tenaga kerja dengan bermacam-macam tingkat pendidikan.
Menurut Notoatmodjo (1989) dalam Departemen Kesehatan RI (1994) menjelaskan bahwa sektor informal berasal dari terminologi ekonomi, yang dikenal sebagai sektor kegiatan ekonomi marginal atau kegiatan ekonomi kecil-kecilan. Biasanya dikaitkan dengan usaha kerajinan tangan dagang, atau usaha lain secara kecil-kecilan.
Sedangkan menurut Simanjuntak (1985) dalam DepKes RI (1994), sector informal adalah kegiatan ekonomi tradisional, yaitu usaha-usaha ekonomi di luar sektor modern atau sektor formal seperti perusahaan, pabrik dan sebagainya, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Kegiatan usaha biasanya sederhana, tidak tergantung pada kerja sama banyak orang bahkan kadang-kadang usaha perorangan dan sistem pembagian kerja yang tidak ketat.
2.      Skala usaha relatif kecil, biasanya dimulai dengan modal dan usaha-usaha kecilkecilan.
3.       Biasanya tidak mempunyai izin usaha seperti halnya Firma, Perseroan Terbatas atau CV.
4.      Sebagai akibat yang pertama, kedua dan ketiga membuka usaha disektor informal relatif lebih mudah daripada formal.
Timbulnya sektor informal adalah akibat dari meluapnya atau membengkaknya angkatan kerja disatu pihak dan menyempitnya lapangan kerja dipihak yang lain. Hal ini berarti bahwa lapangan kerja yang tersedia tidak cukup menampung angkatan kerja yang ada. Permasalahan ini menimbulkan banyaknya penganggur dan setengan penganggur. Oleh karenanya, secara naluri masyarakat ini berusaha kecil-kecilan sesuai dengan kebiasaan mereka. Inilah yang memunculkan usaha sektor informal (DepKes RI, 1994).
Pedagang Martabak “Gudang Rasa’  adalah salah satu usaha makanan cepat saji yang menyajikan berbagai jenis varian martabak.
Dalam usaha Martabak “Gudang Rasa’  terdapat resiko dan bahaya bagi pekerjanya. Bahaya (Hazard) adalah sesuatu yang berpotensi menjadi penyebab kerusakan. Ini dapat mencakup substansi, prose kerja, dan atau aspek lainnya dari lingkungan kerja. Sedangkan resiko adalah peluang atau sesuatu hal yang berpeluang untuk terjadinya kematian, kerusakan, atau sakit yang dihasilkan karena bahaya.

BAB III
PEMBAHASAN

1.      Pengetahuan Tentang K3
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa informan mempunyai sedikit pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.Tapi karena faktor kebiasaan, hal tersebut tidak dihiraukan bahkan tidak diaplikasikan.
2.      Kondisi Lingkungan Kerja
a.       POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN  FISIK
Faktor fisik yang terdapat pada usaha Martabak “Gudang Rasa’  yaitu suhu yang panas dari penggorengan.
b.      POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN KIMIA
Api yang berpotensi untuk mengakibatkan luka bakar dan minyak akan membuat lingkungan kerja jadi licin. Dan minyak panas pada penggorengan akan menyebabkan tangan melepuh.
c.       POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN FISIOLOGI
Tidak ergonomis. Karena selama mereka bekerja mereka terus saja berdiri.
d.      POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN BIOLOGI
Karena posisi usaha martabak berada di pinggir jalan, debu akibat asap kendaraan dan debu-debu lainnya dapat hinggap pada jajanan tersebut.
3.      Penggunaan APD
Pengelolah usaha  Martabak “Gudang Rasa’  itu sama sekali tidak menggunakan alat pelindung diri karena menurutnya hanya dapat memperlambat pekerjaanya dan mereka jadi terganggu dalam mengerjakan tugasnya. APD yang harus digunakan pada usaha  martabak ini adalah menggunakan celemek saat menggoreng dan sarung tangan saat membuat adonan. APD lain yang dapat digunakan adalah penutup kepala untuk menghindarkan kotoran dari kepala masuk dalam makanan.
4.      Pengendalian Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja
      Pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yaitu :
1.      Membersihkan lantai atau permukaan lingkungan kerja yang terkena minyak ketika hendak membereskan jualan
2.      Menggunakan celemek ketika menggoreng
3.      Jika tidak ada pembeli, istirahatlah dengan kata lain duduk.
4.      Hygiene pribadi juga harus diperhatikan oleh penjamah makanan, seperti, tidak membiarkan kuku panjang, penggunaan celemek, alas kaki, serta penutup kepala

BAB IV
PENUTUP

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di industri nonformal khususnya di industri penjahit dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ;
1.      Pengetahuan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dimiliki pekerja di industri ini masih kurang memadai karena dia sedikit tahu tentang kesehatannya saja tanpa memperhatikan aspek keselamatannya.
2.      Kondisi lingkungan kerja memberikan kontribusi terhadap beberapa potensial hazard. Seperti ; potensial hazard lingkungan fisik (panas), potensial hazard lingkungan fisiologis ( ergonomi ), serta potensial hazard lingkungan biologi (debu dan mikroorganisme)
3.      Pada penggunaan Alat Pelindung Diri, tidak digunakan karena faktor kebiasaan.
4.      Pencegahan / pengendaliaan kecelakaan kerja di tempat ini yaitu jika pekerja merasa sudah lelah dia berhenti bekerja kemudian beristirahat sejenak.Ini dapat mengurangi resiko kecelakaan kerja akibat kelelahan. Membersihkan lantai atau permukaan lingkungan kerja yang terkena minyak ketika hendak membereskan jualan Menggunakan celemek ketika menggoreng

A.     Saran
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, maka saran yang dapat disampaikan penulis yaitu untuk pemerintah agar lebih memperhatikan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di industri khususnya industri sektor informal. Dan kepada pengusaha ini sebaiknya menmperhatikan hygiene dan aspek sanitasinya.


DAFTAR PUSTAKA

·         Pdf-kesehatan dan keselamatan kerja-sektor informal
·         Suardi, Rudi. 2007. Sistem manajemen dan kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : PPM
·         Subaris, Heru. 2007. Hygiene Lingkungan Kerja. Jogjakarta : Mitra Cendikia Press
Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja ( Hiperkes ). Jakarta : sagung seto


Oleh : Ani Muliyani (70200109015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar